Garuda di Dadaku(2009)
Produksi = Sinemart
Bayu(Emir
Mahira) adalah anak seorang supir taksi yang tadinya adalah pemain sepakbola,
Ali. Dia pensiun dini karena cedera, dan kini sudah meninggal karena
kecelakaan. Darah bermain sepakbola itu mengalir dalam dirinya. Dia baru
berumur 12 tahun, tetapi bakat bermain bola nya sungguh tidak main-main. Dia
sering bermain sepakbola bersama teman-teman kampungnya di lapangan bulutangkis
di dekat rumahnya. Suatu hari, skill Bayu diketahui pelatih SSB ternama, SSB
Arsenal, Pak Johan(Ari Sihasale) pelatih SSB itu memberi Bayu kesempatan itu
masuk dalam sekolah sepakbolanya. Teman Bayu, Heri(Aldo Tansani), yang sangat
suka Arsenal langsung meng-iyakan tawaran Pak Johan itu, padahal Bayu belum
meng-iyakan, ternyata Bayu memiliki satu masalah yaitu kakeknya, Pak Utsman(Ikranagara),
yang tidak suka Bayu bermain sepakbola, ia merasa trauma perihal anaknya, yang
merantau ke Jakarta untuk bisa menjadi pemain sepakbola profesional, yang
kemudian cedera, dan akhirnya pensiun dini, dan akhirnya meninggal sebagai
supir taksi. Kakeknya berkilah, buat apa jadi pemain bola? Kerja kok nendangin
bola, beliau ingin Bayu menjadi pegawai pertamina selayaknya dirinya. Tapi,
Bayu tak patah arang, dengan bantuan Heri, Bayu bisa masuk SSB Arsenal degan
kelas beasiswa. Heri yang berada di kursi roda berharap Bayu bisa mewakili
dirinya bermain diatas lapangan, Heri lah sosok kesuksesan Bayu di masa datang.
Bayu,
berlatih di SSB secara diam-diam agar tidak diketahui kakeknya, beberapa kali
Bayu sempat membohongi kakeknya. Hingga suatu saat, SSB nya mencari anak
berbakat untuk bisa masuk seleksi tim nasional U-13, seperti harapannya tentu
Bayu sangat antusias mendengarnya. Bayu pun berusaha latihan di luar jadwal nya
seperti biasa, tapi banyak cegatan yang menghampiri Bayu, ia terhalang oleh les-lesnya
yang begitu banyak. Hingga suatu saat, bayu, mencari lapangan yang cocok
untuknya berlatih, setelah muter-muter Jakarta, akhirnya ia menemukannya, yaitu
kuburan mati. Diantara nisan-nisan ia bisa berlatih men-dribbling bola, diantara nisan itu pula ia berusaha menyetak gol,
ibarat dua nisan itu gawang. Tetapi, ia tidak gratis latihan disana, penjaga
kuburan itu sakit-sakitan, sehingga Bayu, Heri, dan supir Heri yaitu Bang
Dulloh(Ramzi) harus membersihkan kuburan sehabis latihan.
Suatu saat, Bayu langsung
ke kuburan sehabis les lukis, ia masih membawa kanvas lukisnya yang belum
selesai, Zahra(Marsha Aruan), anak penjaga kuburan yang ternyata pintar
melukis, mencoret-coret lukisan Bayu, Bayu yang melihatnya seketika marah besar
pada Zahra, ia membawa pulang lukisannya dengan hati-hati agar tidak ketahuan
kakeknya, tapi tetap saja, Pak Utsman tetap tahu. Tapi, reaksinya berbeda, ia
takjub dengan lukisan cucunya, yang menurutnya sungguh luar biasa. Dan, itu
membuat Pak utsman menyetop les-les Bayu dan hanya fokus pada les lukis, bayu
sangat bersyukur, karena dengan begitu ia bisa lebih fokus berlatih. Namun,
kakeknya pun tidak tanggung-tanggung, ia langsung memasukkan Bayu ke sanggar
lukis yang sangat bagus, sampai suatu hari jadwal seleksi nya bertepatan dengan
jadwal les lukis. Pak Utsman yang mancari Bayu dirumah tidak ada, kemudian ke
kuburan. Di kuburan dia melihat lukisan-lukisan yang ia pikir karya tangan Bayu
menggantung di rumah penjaga kuburan. Dari situ, dia tahu Bayu masuk SSB tanpa
sepengetahuan dirinya. Langsung saja pak Utsman pergi ke sekolah sepakbola
tempat Bayu berlatih, ia bergegas masuk ke lapangan, saat itu tepat dengan Bayu
yang dipanggil sebagai pemain terakhir yang masuk seleksi lanjutan tim
nasional. Seketika, Pak Utsman terhuyung dan jatuh, orang-orang disekitarnya
langsung membopongnya menuju rumah sakit.
Disitu, Bayu menyerah, ia merasa
bersalah karena terus membohongi kakeknya. Bayu membuang semua atribut bola
yang ia punya. Heri, terus memotivasi Bayu, tapi Bayu tidak menerimanya, ia
butuh waktu untuk merenungi semuanya. Sedangkan itu, kakeknya yang sedang di
rawat di rumah sakit, sudah mendengar semua ihwal
Bayu, dari ibu nya, Wahyuni(Maudy Koesnaedi). Bayu yang hari itu menjenguk
kakeknya, merasa amat bersalah. Tetapi, reaksi berbeda di tunjukkan kakeknya,
setelah mendengar impian-impian Bayu yang telah ia rajut sejauh ini, Pak Utsman
mengizinkan Bayu melanjutkan impiannya, tapi Bayu yang sudah menyerah duluan,
merasa dirinya tidak punya kesempatan lagi untuk itu. Seleksi tinggal esok,
tetapi ia tidak pernah masuk latihan, akhirnya dengan motivasi dari kakeknya,
ia kembali bersemangat. Sementara itu, di rumah Heri, ia telah menyiapkan hadiah
untuk Bayu yaitu sepatu bola dari Belanda, ia kecewa Bayu menolaknya, saat
sedang menimang sepatu itu, samar-samar ia melihat Bayu mengayunkan tangannya
di depan jendela rumahnya. Singkat cerita, Bayu, Heri, dan Bang Dulloh menemui
Pak Johan, setelah berdiskusi alot dengannya, akhirnya Bayu diperbolehkan ikut
seleksi lanjutan. Setelah mendapat semangat dari kakeknya, Bayu merasa mendapat
suntikan semangat yang pernah pupus dulu. Sehingga ia bisa mewujudkan mimpinya,
bermain di Gelora Bung Karno, mengenakan lambang garuda di dadanya, bermain
untuk negaranya. Dreams Come True.[]